mau dapetin dollar sekarang!!! gratiss...

boss-mails.com

Kamis, 13 November 2008

Apa itu Tasawuf?


Manusia sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun memiliki panca Indra (Anggota Tubuh), akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerjasama secara harmonis. Untuk menghasilkan kondisi seperti ini ada tiga bidang Ilmu yang berperan penting. Pertama, Fikih berperan dalam membersihkan dan menyehatkan panca Indra dan anggota Tubuh. Istilah yang digunakan Fikih untuk pembersihan dan penyehatan panca Indra dan angota tubuh ini adlah Thaharah ( Bersuci ). Karenanya Fikih banyak berurusan dengan dimensi Eksoterik ( Lahiriah) dari Manusia. Kedua , Filsafat berperan dalam menggerakan, menyehatkan dan meluruskan akal fikiran. Karenanya filsafat banyak berurusan dengan Dimensi Metafisik dari Manusia, dalam rangka menghasilkan konsep-konsep yang menjelaskan inti tentang sesuatu. Inti dari bermacam-macam meek Bulpoint misalnya adalah alat Tulis, dan ketika disebut Alat Tulis maka seluruh merek bulpoint akan tercakup. Ketiga, Tasawuf berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya Tasawuf banyak berurusan dengan dimensi Esoterik ( Batin) Manusia[1]
Adanya tiga potensi yang dimiliki Manusia itu dapat dilihat dari Isyarat yang terkandung dalam ayat yang berbunyi di bawah ini :

قُلْ هُوَ الَّذِيْ اَنْشَاَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَ الأَبْصاَرَ وَ الأَفْئِدَةِ قَلِيْلاً مّاَ تَشْكُرُوْنَ الملك :٢٣

Katakanlah : “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi amat sedikit kamu bersyukur” ( QS Al-Mulk : 23)
Pada ayat tersebut terdapat kata الأَفْئِدَةِ yang dapat diartikan sebagai hati kecil yang tak pernah berbohong, Tasawuf sebagaimana akan diuraikan di makalah ini berurusan dengan penyucian Al-Fu’ad ( Hati sanubari) agar ia tetap jernih

Pengertian Tasawuf
Dari segi Bahasa, paling kurang ada Tujuh pendapat para Ahli tentang asal-usul kata Tasawuf sebagai berikut :
1. Pendapat yang mengatakan bahwa Tasawuf berasal dari kata Shaff, yang berarti barisan dalam shalat berjama’ah. Alasanya seorang sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih dan selalu memilih baris ( Shaff ) terdepan dalam shalat
2. Tasawuf berasal dari kata Saufanah, yang berarti sejenis tumbuh-tumbuhan berbulu yang tumbuh di padang pasir. Hal ini dinisbahkan kepada kebiasaan sufi yang memakai pakaian berbulu sebagai lambing kesederhanaan material, tetapi kaya Spiritual
3. Tasawuf berasal dari kata Suffah, yang artinya pelana unta yang dipergunakan para sahabat Nabi untuk bantal tidur diatas bangku batu di samping Masjid nabawi di Madinah. Versi lain mengatakan bahwa Suffah artinya suatu kamar sahabat Nabi dari golongan Muhajirin yang Miskin
4. Tasawuf berasal dari kata Safanah, yang berarti sesuatu yang terpilih atau terbaik. Dikatakan demikian, karena seorang sufi merasa dirinya sebagai orang terbaik
5. Tasawuf merujuk pada kata Safa atau Safn, yang artinya bersih atau suci. Hal ini dinisbahkan kepada kehidupan Sufi yang diarahkan kepada penyucian bathin agar selalu dekat dengan Allah SWT
6. Tasawuf berasal dari kata Theosophy ( Hikmah Ketuhanan), mereka merujuk kepada bahasa Yunani, karena ajaran Tasawuf banyak membicarakan masalah Ketuhanan
7. Tasawuf berasal dari kata Suf, yang artinya Wol atau bulu kasar. Dikatakan demikian , karena orang-orang sufi banyak yang suka memakai pakaian yang terbuat dari bulu binatang sebagai lambang kesederhanaan[2]
Adapun Dari segi Istilah atau Definisi, Tasawuf menurut Basyuni, haruslah bertolak dari definisi-definisi yang diambil dari rumusan-rumusan ahli sufi yang hidup pada abad ke III, yaitu antara tahun 200-334 H, sehingga dari rumusa-rumusan ini terdapat pengertian yang dapat saling melengkapi, untuk itu, katanya, definisi-definisi yang ada dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Al-Bidayah, yaitu definisi yang membicarakan tentang pengalaman pada tahap permulaan.
Manusia merasakan dengan fitrahnya bahwa yang wujud ini tidak terbats hanya pada yang dilihat, tetapi dibalik itu masih aa wujud yang lebih sempurna yang selalu dirindukan oleh nurani manusia. Dan hatinya akan mendpat ketenangan sesudah mengenalNya. Ia berusaha mendekatkan diri denganNya, namun disaat yang sama ada tabir yang memisahkannya dengan Tuhannya, namun tabir itu akan hilang sedikit demi sedikit setiap ia berfikir mendalami dirinya dan mengurangi keinginan memnuhi nafsu jasmaniahnya. Pada saat itu sampailah ia kedalam ketenangan jiwa.
Perasaan fitrah ini ini telah ada sebelum lahirNya agama-agama, karena ia berasal dari fitrah yang sehat yang terdapat didalam dirinya., karena itu hamper tidak ada perbedaan antara pengalaman dan keadaan yang dialami oleh seorang penganut Hinduisme, Budhaisme, Islam dan lain sebagainya, kenadatipun agamanya jelas ada perbedaan yang nyata
Definisi yang mengungkapkan pengalaman pada kelompok atau tahap bidayah ini antara lain berasal dari :
a. Ma’ruf al-kharki (w. 200 H ) mengatakan, Tasawuf ialah mengambil hakikat dan putus asa terhadap apa yang ada ditangan makhluk, maka siapa yang tidak benar-benar fakir, dia tidak benar-benar bertasawuf.
b. Abu Turab al-nakhsabi (w. 245 H ) mengatakan, sufi ialah orang yang tidak ada sesuatupun yang mengotori dirinya dan dapat membersihkan segala sesuatu.
c. Zu al-Nun al-misri ( w. 254 H ) mengatakan, sufi ialah orang yang tidak suka meminta dan tidak merasa susah karena ketiadaan.
d. Sahl ibn ‘Abdillah al-Tutsari ( w. 283 ) mengatakan, sufi ialah orang yang bersih dari kekeruhan dan penuh dengan cara pikir yang terpusat kepada Tuhan dan memutuskan hubungan dengan manusia, serta baginya sama antara emas dan loyang.
2. Al-Mujahadah, yaitu Definisi yang membicarakan tentang pengalaman yang menyangkut kesungguhan dan kegiatan.
Hal ini dapat dilihat dari segi amaliah yang dilaksanakan ahli sufi, yang dimulai dengan menghiasi diri dengan suatu perbuatan yang diajarkan agama dan akhlak yang mulia, Definisi-definisi Tasawuf yang termasuk dalam kelompok ini antara lain dari :
a. Abu al-husain al-nuri ( w. 295 H ) mengatakan, Tasawuf bukanlah wawasan atau ilmu, tetapi akhlak. Karena seandainya wawasan, maka ia dapat dicapai hanya dengan kesungguhan, dan seandainya ilmu akan dapat dicapai dengan belajar. Akan tetapi Tasawuf hanya dapat dicapai dengan berakhlak dengan Akhlak Allah. Dan engkau tidak mampu menerima Akhlak Ketuhanan hanya dengan wawasan dan ilmu.
Hal inipun dijelaskan oleh Al-Taftazani dalm buku yang ditulis olehDr. Asmaran As, bahwa Tasawuf adalah suatu pengalaman khusus, dan bukan semacam kondisi yang sama-sama dapat dialami semua orang, stiap sufi mempunyai cara tersendiri didalam mengungkapkan kondisi dirinya, karena itu sebagian sufi menyatakan bahwa banyaknya jalan menuju Allah adalah sebanyak jumlah jiwa manusia. Dan ini merupakan penekanan sikap mereka terhadap adanya perbedaan yang bersifat individual, antara seorang sufi dengan sufi lain, dan tidak mungkin diterapkan pengalaman seorang sufi pada pengalaman sufi yang lain
Untuk memeperjelas uraian diatas, ada kisah yang menjelaskan bagaimana Tasawuf itu bersifat intuitif. Dalam kisah itu diceritakan bahwa salah seorang murid dari sufi yang terkenal, Muhyiddin ibn “arabi, suatu hari datang menghadapnya dan berkata : “Orang-orang telah sama-sama mengingkari Ilmu kita” Ibnu “arabi menjawab :”sekiranya orang menuntit pembuktian atas kebenaran Ilmu rahasia Ilahi, katanya kepadanya, apa bukti atas manisnya madu ? pasti dia akan menjawab, bahwa bukti pengetahuan atas manisnya madu hanya dapat diperoleh dengan merasakanya, maka katakanlah, begitupun dengan Ilmu ini!”
Jawaban Ibn “arabi ini menunjukan kedalaman analisisnya atas hal-ikhwal Tasawuf. Dalam jawaban tersebut dia ingin menekankan bahwa tasawuf berkaitan dengan intuisi manusia. Bidang itu sendiri jelas tidak berada dalam istilah para ahli jiwa modern-dibawah pengukuran kuantitatif, dan satu-satunya cara untuk mengetahuinya ialah dengan menjalaninya, dan ia tidak termasuk ke dalam wilayah garapan logika dengan segala macam metode dan penalaranya[3]
b. Sahl ibn Abdillah ( w. 303 H ) berkata, Tasawuf terdiri dari tiga perngai : berpegang kepada kefakiran dan mengharap Allah, merendahkan diri dan mendahulukan orang lain dengan tidak menonjolkan diri dan meninggalkan usaha
c. Abu Muhammad Ruwaim (w.303 H) berkata, Tasawuf terdiri dari tiga perangai : Berpegang kepada kefakiran dan mengharap Allah, merendahkan diri dan mendahulukan orang lain dengan tidak menonjolkan diri dan meninggalkan usaha
3. Al-Mazaqah, yaitu Definisi yang membicarakan pengalaman dari segi perasaan.
Dalam melaksanakan khidupan beragama sebagaimana biasa, hubungan antara seseorang dengan Tuhannya tidak lebih dari hubungan seorang hamba yang menyembah dengan Tuhan yang disembah, seorang hamba harus tunduk dan taat kepada perintah dan larangan Tuhan yang diyakininya sebagai pencipta. Dalam kehidupan tasawuf segala kemauan di lebur untuk larut dalam kehendak Tuhan. Umur, kegiatan dan seluruh perhatian dikerahkan sehingga hubungan itu kuat dan murni. Definuisi-definisi yang termasuk dalam katagoro ini antara lain adalah :
a. Al-Junaid Al-Baghdadi ( w. 297 ) mengatakan, tasawuf ialah bahwa engkau bersama Allah tanpa ada penghubung
b. Abu Muhammad Ruwaim juga mengatakan, Tasawuf ialah membiarkan diri dengan Allah menurut kehendakNya.
c. Al-Bakral al-Syibli ( w. 334 H ) berkata, orang-orang sufi adalah anak-anak kecil dipangkuan Tuhan.
Dari Definisi-definisi diatas dapatlah diambil suatu pengertian yang diharapkan dapat menggambarkan defini Tasawuf yang universal dan representative, yaitu Tasawuf ialah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada amal dan kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kediniaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat denganNya.[4]
B. Tujuan Tasawuf
Adapun Tujuan dalam Tasawuf adalah untuk mendapatkan terjalinya hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, dengan kesadaran berkomunikasi antara roh manusia dengan Tuhan. Hubungan ini, bisa saja terwujud yaitu saan rohani manusia telah sampai pada kesucian. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuanya, seorang sufi harus mampu membersihkan rohaninya dan menjadikanya sebagai pemimpin semua unsure lainya, seperti akal, nafsu dan hati. Dengan kata lain, semua aktivitas unsure-unsur tersebut harus senantiasa didominasi nilai-nilai rohani yang merupakan dimensi utama manusia.
Falsafat yang mendasari bisa terwujudnya hubungan langsung dengan Tuhan adalah karena Tuhan bersifat Ruhani maka dimensi yang dapat digunakan maanusia adalah dimensi rohan. Disamping itu Tuhan Maha Suci, maka manusia yang ingin dekat dan berhubungan langsung dengan Tuhan maka terlebih dahulu manusia harus menyucikan dimensi rohaninya.[5]
Untuk mencapai tujuan Tasawuf, yaitu memperoleh hubungan kedekatan rohaniah denga Tuhan diperlukan jalan yang harus ditempuh dengan sungguh-sungguh. Sufi atau calon sufi dengan bimbingan seorang Syaikh atau Mursyd ( guru Tarekat ) secara berangsur-angsur melalui jalan ( Maqamat ) dan keadaan mental (Ahwal ) untuk sampai dekat kepada Allah dengan sedekat-dekatnya[6]
Adapun pembahasan mengenai Maqam dan hal-hal lain mengenai tasawuf ini akan kita diskusikan kembali pada makalah-makalah yang selanjutnya

















[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, PT Raja Grafindo, Jakarta,hal 177-178
[2] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali,Rajawali pers, Jakarta, 2001, hal11-12
[3]Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 44
[4]Ibid, Hal 51-54
[5] Jamanuddin Rustan, Kehidupan Sufistik Al-Ghazali,IAIN Raden Fatah Press,Palembang, 2005, Hal 48-49
[6] Loc. Cit, Abuddin Nata, Hal 23

Tidak ada komentar: