A.Pengertian Sesajen
“Mbah…ini ada sedikit makanan,aku pengen negelamar sianu mbah,tolongin dong…”
Kejadian diatas mungkin sering kita dapati di sekitar kita,di TV kah,Media Elektronik lainya kah, atau malah disekililing kita, nampaknya ada kepercayaan tertentu yang sudah mendarah daging ditengah masyarakat kita yang majemuk ini
Ya...sesajen,kata ini nampaknya sudah tidak asing lagi terdengar,terlihat bahkan terlakukan (jika pernah) oleh kita, dengan sesajen ini kadang orang berharap dapat memberi makan arwah orang-orang yang sudah mendahului mereka, serta tidak jarang juga diboncengi oleh permintaan terhadap sesuatu agar dikabulkan oleh arwah yang disesajeni
Menurut artikel yang ditulis pleh Abu Abdillah Ahmad Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris, trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi [1]
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sajen merupakan makanan atau bunga-bungaan & sebagainya yg disajikan kepada orang (makhluk) halus & semisalnya. Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dan kurban, sedangkan sesajen biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: Jenis-jenis bubur; Buah; Daging atau Ayam yg telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam. Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yg masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul. [2]
Ada pula jenis lain dari sesajen, yaitu menyediakan berbagai jenis tanaman dan biji-bijian seperti padi, tebu, jagung dan lain-lain yg masih utuh dengan tangkainya, kemudian diletakkan pada tiang atau kuda-kuda rumah yang baru di bangun supaya rumah tersebut aman, tentram dan tidak membawa sial. Adapun tumbal dilakukan dalam bentuk sembelihan, seperti: Menyembelih ayam dengan ciri-ciri khusus untuk kesembuhan penyakit atau untuk menolak kecelakaan; Menyembelih kerbau atau sapi, lalu kepalanya di tanam ke dalam tanah yang di atasnya akan dibangun sebuah gedung atau proyek, supaya proyek pembangunan berjalan lancar dan bangunannya membawa berkah. Jadi pada intinya tumbal dan sesajen adalah mempersembahkan sesuatu kepada makhluk halus (roh, jin, lelembut, penunggu, dll) dengan harapan agar yang diberi persembahan tersebut tidak mengganggu atau mencelakakan, lalu berharap dengannya keberuntungan dan kesuksesan.[3]
Sedangkan waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam jum’at kliwon, selasa legi dan sebagainya. Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai “bisikan ghaib” yang di terima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan sebagainya.
Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/fitrah meyakini adanya penguasa yang maha besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang maha besar? Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut. Pengagungan itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen yang tak terlepas dari unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.[4]
Asal-usul-nya Kita lihat masyarakat kita, bagaimana budaya yang aneh dan primitif ini begitu melekat dalam diri mereka dan menjadi adat ritual dalam keseharian mereka, sebenarnya siapa yang mengusung budaya seperti ini? siapa pencetusnya? Mereka mengasumsi budaya seperti ini dari mana?. Akankah mereka katakan ini adalah sebagian dari ajaran islam yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad s.a.w kemudian disamapaikan kepada sahabatnya kemudian dan kemudian dan kemudian dan akhirnya sampai pada umatnya, yang sudah puluhan abad ini menghilang dari ajaran islam…! Kita katakan ini ajaran islam yang mana? Tuhan yang mana? Nabi yang mana? Bukankah nabi Muhammad SAW selalu menjaga kemurnian aqidah umatnya,bukankah selama tiga belas tahun lamanya Muhammad SAW menanamkan aqidah yang benar. Bahwa Dialah tuhan yang satu yang patut di sembah,! Yang maha besar, dan maha perkasa dan kuasa, hanya Dialah yang berhak memberikan mamfaat dan mudharat…!!! Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan, yang angker-angker gitu loh ) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: ritual menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah yang ada di indonesia misalnya di jawa upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa budaya seperti tersebut di atas bukan budaya islam, melainkan ini adalah ajaran dari agama hindu dan budha penyembah batu dan berhalaitu.[5]Hukum Sesajen
Al-Qur'an telah mensinyalir adanya orang yang mencari manfa’at dan menolak madharat kepada selain Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang musyrik di masa jahiliyah, sebagaimana difirmankan Allah, “Kemudian mereka mengambil ilah-ilah selain Dia (untuk disembah), yg tidak menciptakan sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri pun diciptakan & tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa'atan dan tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. 25:3) . Padahal Allah telah memperingatkan, bahwa berhala atau dewa-dewa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikit pun, “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walau pun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. (QS. 35:13-14) Tumbal dan sesajen merupakan warisan kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu kepercayaan bahwa benda-benda atau tempat tertentu di alam raya ini memiliki kekuatan ghaib (magic) yang dapat mencelakai seseorang atau menolong serta memenuhi hajatnya. Agar penguasa tempat atau benda tersebut tidak mengganggu, maka harus diberi persembahan, baik tumbal atau sesajen, yang itu jelas merupakan ibadah atau masuk di dalam lingkupnya. Sedangkan di dalam Islam, memalingkan peribadatan, do’a, pengharapan (raja'), takut (khauf), sembelihan, nadzar, isti'anah, istighatsah dan sebagainya kepada selain Allah adalah syirik. Jika yg melakukan adalah orang Islam, maka keislamannya menjadi batal dengan sebab semua itu.[6] Allah Ta'ala memerintahkan kepada Rasulullah SAWm untuk menyelisihi orang-orang musyrik yang beribadah dan menyembelih karena selain Allah, Dia berfirman, “Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku & matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" (QS. 6:162-163). Di dalam surat al-Kautsar Allah SWT juga berfirman, “Maka diri kanlah shalat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah.” (QS. 108:2) Kedua ayat ini menunjukkan, bahwa shalat dan penyembelihan binatang (kurban) adalah ibadah yg harus didasari niat hanya untuk Allah semata. Orang yang memalingkan atau menyimpangkan persembahan kurban atau penyembelihan kepada selain Allah adalah musyrik, sama saja statusnya dengan shalat, ruku’ dan sujud untuk selain Allah. Masuk Neraka karena Lalat
Mungkin saja sebagian orang yang melakukan tumbal dan sesajen beralasan, bahwa yang dipersembahkan bukanlah nyawa manusia (sebagaimana pernah terjadi di zaman dulu), namun hanya sekedar binatang yang keberadaannya memang untuk dimanfa’at kan manusia. Hitung-hitung sedekahlah, sedekah alam, sedekah bumi, laut atau gunung, demikian sebagian di antara mereka beralasan. Perlu diketahui, bahwa permasalahannya tidak sesederhana itu, sebab ini menyangkut tauhid dan syirik yang berkaitan dengan status keislaman seseorang serta ancaman Allah terhadap para musyrikin. Jika apa yang mereka lakukan adalah memang bentuk sedekah, maka tentu Allah dan Rasulullah akan membiarkan orang-orang jahiliyah mengerjakan hal semacam itu, sebab mereka masih mengakui rububiyah Allah. Letak permasalahannya bukanlah pada apa yang mereka sembelih atau mereka sedekahkan (menurut mereka), namun pada tujuan untuk siapa sembelihan dan persembahan itu dilakukan. Rasulullah SAW pernah mengisahkan seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat, dan masuk surga karena seekor lalat. Beliau bersabda, "Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula." Para shahabat bertanya," Bagaimana hal itu ya Rasulullah ?". Beliau menjawab, "Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tak seorang pun dapat melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut , "Persembahkanlah korban kepadanya." Dia menjawab,"Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan kepadanya." Mereka pun berkata kepadanya lagi,". Persembahkan meskipun seekor lalat." Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian mereka berkata kepada yang lain," Persembahkanlah korban kepadanya." Dia menjawab" Tidak patut bagiku mempersembahkan sesuatu kepada selain Allah Azza wa Jalla." Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga." [7]Perhatikan bagaimana kondisi orang yg melakukan persembahan kepada selain Allah di dalam hadits di atas. Dia tidak dengan sengaja meniatkan persembahan itu, sekedar untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu, dan hanya persembahan seekor lalat, namun ternyata telah menjerumuskannya ke dalam neraka. Jika demikian, maka bagaimana halnya dengan yang melakukan penyembelihan untuk selain Allah, lebih dari seekor lalat atas kemauan dan niat sendiri ?. Islam datang membimbing manusia agar tetap berjalan diatas fitrah yang lurus dengan diturunkannya syari’at yang agung ini. AllahTa’ala menerangkan tentang fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur’an (yang artinya): “Rasul-rasul mereka berkata apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi?” (QS. Ibrahim: 10).
Allah juga berfirman (yang artinya): “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Ar Rum: 30).
Berkenaan dengan ayat-ayat diatas, nabi pun bersabda (yang artinya): “Setiap anak dilahirkan diatas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau penyembah api.” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Hurairah, Al Irwa’: 1220).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi (yang artinya): “(Allah berfirman) Aku menciptakan hamba-hamba-Ku diatas agama yang lurus (hanif) lalu syetan menyesatkan mereka.” (HR. Muslim dan Ahmad dari shahabat ‘Iash bin Himar).
Imam Ibnu Abil Izzi menerangkan, “Bahwa bayi itu terlahir sesuai dengan fitrah.” Artinya bukan dalam keadaan kosong jiwanya, melainkan mengerti tauhid dan syirik.” (Syarah Aqidah Thahawiyah: 83).
Fitrah ini akan tetap terjaga dengan cara menghambakan diri kepada Allah sepenuhnya. Inilah yang disebut dengan tauhid ibadah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar menyembah-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56).
lbnu Katsir menerangkan ayat ini bahwa, “Allah menciptakan manusia dan jin agar mereka menyembah-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir surat Ad Dzariyat.: 56).
Ibadah yang penting untuk diketahui adalah ibadah hati seperti do’a, takut, berharap, tawakal, cinta dan lain-lain. Semua bentuk ibadah yang agung itu haruslah ditujukan kepada Allah semata, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kamu menyeru bersama Allah itu seorangpun!” (QS. Al Jin: 18).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Ali Imran: 175).
Allah berfirman (yang artinya): “Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaknya ia beramal shalih dan jangan melakukan kesyirikan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan seorangpun.” (QS. Al Kahfi: 110).
Pengharapan yang dibarengi ketundukan dan penghinaan diri haruslah ditujukan kepada Allah semata. Jika seseorang memperuntukkan raja’ (harapan) seperti ini kepada selain-Nya, sesungguhnya ia telah berbuat kesyirikan. Syariat Islam tidak melarang ummatnya untuk memiliki sikap raja’ akan tetapi raja’ yang dipuji dan dianjurkan adalah yang diiringi dengan amal shalih dan taubat dari kemaksiatan (SyarahUshuluts Tsalasah: 53).
Allah juga berfirman (yang artinya): “Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal jika benar-benar kamu orang-orang beriman.” (QS. Al Maidah: 23)
Tawakal berarti menyandarkan segala urusan kepada-Nya semata baik itu urusan yang mendatangkan keuntungan maupun yang mengakibatkan kerugian atau madharat.
Keterangan-keterangan diatas menunjukkan bahwa acara ritualis sesajen bertentangan dengan syariat Islam yang murni. Sebab didalamnya mengandung pengagungan, penghambaan, pengharapan, takut yang semestinya hanya diperuntukkan kepada Allah semata. Mudah-mudahan Allah jauhkan kita dari segala bentuk kesyirikan. Allahu Ta’ala A’lam.
[1] Abu Abdillah Ahmad,sesaji-sesajian-sesajen: adakah dalam Islam?, posted in Aqidah & Manhaj 24 Safar 1429 H
[2] Labbaik, edisi : 031/th.03/Rabi'ul Akhir-Jummadil Awwal 1428H/2007M
[3] Ibid
[4] Opcit, Abu Abdillah Ahmad
[5] junaidi ,Jumat, 01 September 06 (23:14)
[6] Loc cit, Labbaik
[7] Opcit,labbaik
“Mbah…ini ada sedikit makanan,aku pengen negelamar sianu mbah,tolongin dong…”
Kejadian diatas mungkin sering kita dapati di sekitar kita,di TV kah,Media Elektronik lainya kah, atau malah disekililing kita, nampaknya ada kepercayaan tertentu yang sudah mendarah daging ditengah masyarakat kita yang majemuk ini
Ya...sesajen,kata ini nampaknya sudah tidak asing lagi terdengar,terlihat bahkan terlakukan (jika pernah) oleh kita, dengan sesajen ini kadang orang berharap dapat memberi makan arwah orang-orang yang sudah mendahului mereka, serta tidak jarang juga diboncengi oleh permintaan terhadap sesuatu agar dikabulkan oleh arwah yang disesajeni
Menurut artikel yang ditulis pleh Abu Abdillah Ahmad Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris, trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi [1]
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sajen merupakan makanan atau bunga-bungaan & sebagainya yg disajikan kepada orang (makhluk) halus & semisalnya. Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dan kurban, sedangkan sesajen biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: Jenis-jenis bubur; Buah; Daging atau Ayam yg telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam. Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yg masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul. [2]
Ada pula jenis lain dari sesajen, yaitu menyediakan berbagai jenis tanaman dan biji-bijian seperti padi, tebu, jagung dan lain-lain yg masih utuh dengan tangkainya, kemudian diletakkan pada tiang atau kuda-kuda rumah yang baru di bangun supaya rumah tersebut aman, tentram dan tidak membawa sial. Adapun tumbal dilakukan dalam bentuk sembelihan, seperti: Menyembelih ayam dengan ciri-ciri khusus untuk kesembuhan penyakit atau untuk menolak kecelakaan; Menyembelih kerbau atau sapi, lalu kepalanya di tanam ke dalam tanah yang di atasnya akan dibangun sebuah gedung atau proyek, supaya proyek pembangunan berjalan lancar dan bangunannya membawa berkah. Jadi pada intinya tumbal dan sesajen adalah mempersembahkan sesuatu kepada makhluk halus (roh, jin, lelembut, penunggu, dll) dengan harapan agar yang diberi persembahan tersebut tidak mengganggu atau mencelakakan, lalu berharap dengannya keberuntungan dan kesuksesan.[3]
Sedangkan waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam jum’at kliwon, selasa legi dan sebagainya. Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai “bisikan ghaib” yang di terima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan sebagainya.
Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/fitrah meyakini adanya penguasa yang maha besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang maha besar? Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut. Pengagungan itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen yang tak terlepas dari unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.[4]
Asal-usul-nya Kita lihat masyarakat kita, bagaimana budaya yang aneh dan primitif ini begitu melekat dalam diri mereka dan menjadi adat ritual dalam keseharian mereka, sebenarnya siapa yang mengusung budaya seperti ini? siapa pencetusnya? Mereka mengasumsi budaya seperti ini dari mana?. Akankah mereka katakan ini adalah sebagian dari ajaran islam yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad s.a.w kemudian disamapaikan kepada sahabatnya kemudian dan kemudian dan kemudian dan akhirnya sampai pada umatnya, yang sudah puluhan abad ini menghilang dari ajaran islam…! Kita katakan ini ajaran islam yang mana? Tuhan yang mana? Nabi yang mana? Bukankah nabi Muhammad SAW selalu menjaga kemurnian aqidah umatnya,bukankah selama tiga belas tahun lamanya Muhammad SAW menanamkan aqidah yang benar. Bahwa Dialah tuhan yang satu yang patut di sembah,! Yang maha besar, dan maha perkasa dan kuasa, hanya Dialah yang berhak memberikan mamfaat dan mudharat…!!! Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan, yang angker-angker gitu loh ) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: ritual menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah yang ada di indonesia misalnya di jawa upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa budaya seperti tersebut di atas bukan budaya islam, melainkan ini adalah ajaran dari agama hindu dan budha penyembah batu dan berhalaitu.[5]Hukum Sesajen
Al-Qur'an telah mensinyalir adanya orang yang mencari manfa’at dan menolak madharat kepada selain Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang musyrik di masa jahiliyah, sebagaimana difirmankan Allah, “Kemudian mereka mengambil ilah-ilah selain Dia (untuk disembah), yg tidak menciptakan sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri pun diciptakan & tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa'atan dan tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. 25:3) . Padahal Allah telah memperingatkan, bahwa berhala atau dewa-dewa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikit pun, “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walau pun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. (QS. 35:13-14) Tumbal dan sesajen merupakan warisan kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu kepercayaan bahwa benda-benda atau tempat tertentu di alam raya ini memiliki kekuatan ghaib (magic) yang dapat mencelakai seseorang atau menolong serta memenuhi hajatnya. Agar penguasa tempat atau benda tersebut tidak mengganggu, maka harus diberi persembahan, baik tumbal atau sesajen, yang itu jelas merupakan ibadah atau masuk di dalam lingkupnya. Sedangkan di dalam Islam, memalingkan peribadatan, do’a, pengharapan (raja'), takut (khauf), sembelihan, nadzar, isti'anah, istighatsah dan sebagainya kepada selain Allah adalah syirik. Jika yg melakukan adalah orang Islam, maka keislamannya menjadi batal dengan sebab semua itu.[6] Allah Ta'ala memerintahkan kepada Rasulullah SAWm untuk menyelisihi orang-orang musyrik yang beribadah dan menyembelih karena selain Allah, Dia berfirman, “Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku & matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" (QS. 6:162-163). Di dalam surat al-Kautsar Allah SWT juga berfirman, “Maka diri kanlah shalat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah.” (QS. 108:2) Kedua ayat ini menunjukkan, bahwa shalat dan penyembelihan binatang (kurban) adalah ibadah yg harus didasari niat hanya untuk Allah semata. Orang yang memalingkan atau menyimpangkan persembahan kurban atau penyembelihan kepada selain Allah adalah musyrik, sama saja statusnya dengan shalat, ruku’ dan sujud untuk selain Allah. Masuk Neraka karena Lalat
Mungkin saja sebagian orang yang melakukan tumbal dan sesajen beralasan, bahwa yang dipersembahkan bukanlah nyawa manusia (sebagaimana pernah terjadi di zaman dulu), namun hanya sekedar binatang yang keberadaannya memang untuk dimanfa’at kan manusia. Hitung-hitung sedekahlah, sedekah alam, sedekah bumi, laut atau gunung, demikian sebagian di antara mereka beralasan. Perlu diketahui, bahwa permasalahannya tidak sesederhana itu, sebab ini menyangkut tauhid dan syirik yang berkaitan dengan status keislaman seseorang serta ancaman Allah terhadap para musyrikin. Jika apa yang mereka lakukan adalah memang bentuk sedekah, maka tentu Allah dan Rasulullah akan membiarkan orang-orang jahiliyah mengerjakan hal semacam itu, sebab mereka masih mengakui rububiyah Allah. Letak permasalahannya bukanlah pada apa yang mereka sembelih atau mereka sedekahkan (menurut mereka), namun pada tujuan untuk siapa sembelihan dan persembahan itu dilakukan. Rasulullah SAW pernah mengisahkan seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat, dan masuk surga karena seekor lalat. Beliau bersabda, "Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula." Para shahabat bertanya," Bagaimana hal itu ya Rasulullah ?". Beliau menjawab, "Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tak seorang pun dapat melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut , "Persembahkanlah korban kepadanya." Dia menjawab,"Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan kepadanya." Mereka pun berkata kepadanya lagi,". Persembahkan meskipun seekor lalat." Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian mereka berkata kepada yang lain," Persembahkanlah korban kepadanya." Dia menjawab" Tidak patut bagiku mempersembahkan sesuatu kepada selain Allah Azza wa Jalla." Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga." [7]Perhatikan bagaimana kondisi orang yg melakukan persembahan kepada selain Allah di dalam hadits di atas. Dia tidak dengan sengaja meniatkan persembahan itu, sekedar untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu, dan hanya persembahan seekor lalat, namun ternyata telah menjerumuskannya ke dalam neraka. Jika demikian, maka bagaimana halnya dengan yang melakukan penyembelihan untuk selain Allah, lebih dari seekor lalat atas kemauan dan niat sendiri ?. Islam datang membimbing manusia agar tetap berjalan diatas fitrah yang lurus dengan diturunkannya syari’at yang agung ini. AllahTa’ala menerangkan tentang fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur’an (yang artinya): “Rasul-rasul mereka berkata apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi?” (QS. Ibrahim: 10).
Allah juga berfirman (yang artinya): “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Ar Rum: 30).
Berkenaan dengan ayat-ayat diatas, nabi pun bersabda (yang artinya): “Setiap anak dilahirkan diatas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau penyembah api.” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Hurairah, Al Irwa’: 1220).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi (yang artinya): “(Allah berfirman) Aku menciptakan hamba-hamba-Ku diatas agama yang lurus (hanif) lalu syetan menyesatkan mereka.” (HR. Muslim dan Ahmad dari shahabat ‘Iash bin Himar).
Imam Ibnu Abil Izzi menerangkan, “Bahwa bayi itu terlahir sesuai dengan fitrah.” Artinya bukan dalam keadaan kosong jiwanya, melainkan mengerti tauhid dan syirik.” (Syarah Aqidah Thahawiyah: 83).
Fitrah ini akan tetap terjaga dengan cara menghambakan diri kepada Allah sepenuhnya. Inilah yang disebut dengan tauhid ibadah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar menyembah-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56).
lbnu Katsir menerangkan ayat ini bahwa, “Allah menciptakan manusia dan jin agar mereka menyembah-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir surat Ad Dzariyat.: 56).
Ibadah yang penting untuk diketahui adalah ibadah hati seperti do’a, takut, berharap, tawakal, cinta dan lain-lain. Semua bentuk ibadah yang agung itu haruslah ditujukan kepada Allah semata, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kamu menyeru bersama Allah itu seorangpun!” (QS. Al Jin: 18).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Ali Imran: 175).
Allah berfirman (yang artinya): “Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaknya ia beramal shalih dan jangan melakukan kesyirikan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan seorangpun.” (QS. Al Kahfi: 110).
Pengharapan yang dibarengi ketundukan dan penghinaan diri haruslah ditujukan kepada Allah semata. Jika seseorang memperuntukkan raja’ (harapan) seperti ini kepada selain-Nya, sesungguhnya ia telah berbuat kesyirikan. Syariat Islam tidak melarang ummatnya untuk memiliki sikap raja’ akan tetapi raja’ yang dipuji dan dianjurkan adalah yang diiringi dengan amal shalih dan taubat dari kemaksiatan (SyarahUshuluts Tsalasah: 53).
Allah juga berfirman (yang artinya): “Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal jika benar-benar kamu orang-orang beriman.” (QS. Al Maidah: 23)
Tawakal berarti menyandarkan segala urusan kepada-Nya semata baik itu urusan yang mendatangkan keuntungan maupun yang mengakibatkan kerugian atau madharat.
Keterangan-keterangan diatas menunjukkan bahwa acara ritualis sesajen bertentangan dengan syariat Islam yang murni. Sebab didalamnya mengandung pengagungan, penghambaan, pengharapan, takut yang semestinya hanya diperuntukkan kepada Allah semata. Mudah-mudahan Allah jauhkan kita dari segala bentuk kesyirikan. Allahu Ta’ala A’lam.
[1] Abu Abdillah Ahmad,sesaji-sesajian-sesajen: adakah dalam Islam?, posted in Aqidah & Manhaj 24 Safar 1429 H
[2] Labbaik, edisi : 031/th.03/Rabi'ul Akhir-Jummadil Awwal 1428H/2007M
[3] Ibid
[4] Opcit, Abu Abdillah Ahmad
[5] junaidi ,Jumat, 01 September 06 (23:14)
[6] Loc cit, Labbaik
[7] Opcit,labbaik
5 komentar:
asss.
kebetulan skripsi ane tentang sesajen.
tlg kirim judul2 buku untuk referensi y
ass.. aku juga minta referensinya dunk!!!
ketepatan skripsi aku juga mengenai sesajen,,,,
ASSALAMU ALAIKUM.WR.WB.. SAYA TERMASUK ORANG YANG GEMAR BERMAIN TOGEL,SETELAH SEKIAN LAMANYA SAYA BERMAIN TOGEL AKHIRNYA SAYA MENEMUKAN NOMOR SEORANG PERAMAL TOGEL YANG TERKENAL KEAHLIANNYA DI SELURUH DUNIA,NAMANYA
KIYAI_PATI DAN SAYA BENAR BENAR TIDAK PERCAYA DAN HAMPIR PINSANG KARNA KEMARIN ANGKA GHOIB YANG DIBERIKAN OLEH KIYAI 4D DI PUTARAN SGP YAITU 0106 TERNYATA BETUL-BETUL TEMBUS. SUDAH 2.KALI PUTARAN SAYA MENAN BERKAT BANTUAN KIYAI
PADAHAL,AWALNYA SAYA CUMA COBA COBA MENELPON DAN SAYA MEMBERITAHUKAN SEMUA KELUHAN SAYA KEPADA KIYAI_PATI DISITULAH ALHAMDULILLAH KIYAI_PATI TELAH MEMBERIKAN SAYA SOLUSI YANG SANGAT TEPAT DAN DIA MEMBERIKAN ANGKA YANG BEGITU TEPAT..,MULANYA SAYA RAGU TAPI DENGAN PENUH SEMANGAT ANGKA YANG DIBERIKAN KIYAI ITU SAYA PASANG DAN SYUKUR ALHAMDULILLAH BERHASIL SAYA JACKPOT DAPAT 500.JUTA,DAN BETAPA BAHAGIANYA SAYA BERSUJUD-SUJUD SAMBIL BERKATA ALLAHU AKBAR…..ALLAHU AKBAR….ALLAHU AKBAR….SEKALI LAGI MAKASIH BANYAK YAA KIYAI,SAYA TIDAK AKAN LUPA BANTUAN DAN BUDI BAIK KIYAI, BAGI ANDA SAUDARAH-SAUDARAH YANG INGIN MERUBAH NASIB SEPERTI SAYA TERUTAMA YANG PUNYA HUTANG SUDAH LAMA BELUM TERLUNASI SILAHKAN HUBUNGI KIYAI_PATI DI NOMOR HP: 0852_1741_5657
Ajaran apaan itu?? Togel?? Kalo pengen punya uang ya usaha, kalo pengen lebih banyak ya sidekah, kalo pengen berkah ya Shalat dan berdoa. Astagfirullah
Bagus trima kasih sangat berguna artikel nya
Posting Komentar